"Samanta Lea", namaku lagi-lagi disebut dalam daftar siswa yang harus mengikuti ujian perbaikan Fisika. Tidak heran jika murid sekelas mempunyai julukan khusus untukku, Sasa si ratu remidi, menyebalkan! Biarpun aku mengimani bahwa tidak banyak orang yang benar-benar menyukai mata pelajaran ini, tetap saja aku kesal terhadap diriku sendiri. Semakin aku mencoba melawan kekuranganku, semakin aku gagal lagi dan lagi. Kejadian ini terus berulang sampai pada titik aku harus memilih jurusan untuk masuk ke jenjang kuliah. Semua serasa berbalik di sini. Aku lolos masuk ke jurusan Fisika murni di salah satu PTN di Bandung, dan diterima juga di jurusan Teknik Fisika milik PTS lainnya, yang juga terletak di Bandung! Aku tersenyum angkuh, seraya berhalusinasi dengan semesta yang seperti sedang mengajakku bermain-main. Singkat cerita, dengan pertimbangan biaya masuk dan segala macamnya, aku memutuskan untuk mengambil jurusan Teknik Fisika, merantau ke Bandung, dan semuanya bermula dari sini.
Aku tidak lebih dari anak rumahan yang hanya perlu menggumam dan semuanya sudah tersedia di depan mata. Jika ada stereotype tentang anak mami yang hanya bisa memasak air, aku lebih parah, cara menyalakan kompor saja aku tidak tahu. Tentu saja ini menjadi hal pertama yang aku pelajari di sini, for the sake of survival. Tapi dari sini justru aku menyadari bahwa makanan itu bukan sekedar penghasil energi untuk menyambung hidup, makanan itu sesuatu yang unik, yang bumbu utamanya adalah feeling dari orang yang memasaknya. Aku semakin semangat untuk mencari tahu dan membiarkan imajinasiku semakin liar. Aku sengaja berlama-lama di Gramedia untuk membaca buku bestseller "500 resep masakan terfavorite" karangan Bu Sisca Soewitomo. Aku bukan mau mempraktekan resep beliau tentunya, mengingat semua keterbatasan yang aku miliki saat itu, aku hanya tenggelam dalam rasa takjub setelah mengetahui bahwa semua makanan yang pernah aku makan dengan segala variasinya, memiliki bumbu dasar yang hampir sama! Dari situlah aku mulai berteman dengan semua makanan, sejujurnya aku merasa lebih merdeka setelah bisa lepas dari jerat makanan 4 sehat yang selalu tersaji di rumah.
![]() |
Mie Ayam Bakso Jabrig |
Adalah Mie Ayam Bakso Jabrig yang membuat aku jatuh cinta hingga saat ini, dan sulit mencari penggantinya. Bahkan aku bercita-cita untuk membuat semua orang dari belahan bumi manapun bisa ikut menikmati. Mie homemade sebesar udon dan bakso isi cincang yang gurih karena lemaknya, masih jadi juara sejak awal aku duduk di bangku kuliah, kira-kira 12 tahun yang lalu. Percaya atau tidak, mitos beda tangan beda rasa selalu aku anggap benar adanya, itulah sebabnya aku selalu request jika pesananku harus dibuatkan oleh koki terbaik di sana. Ya, buatku makanan lebih dari sekedar pengisi perut, selalu ada rasa yang membuatku penasaran di ujung sana.
Komentar
Posting Komentar