Langsung ke konten utama

Aku dan (CEO) eFishery part 2

Kalau ditanya apa jajanan kesukaan Mas Gibran, pasti semua orang di sini setuju kalau jawabannya adalah cilor. Cilor adalah salah satu produk turunan dari aci, masih serumpun dengan cilok, cimol, cireng, cilung, cimin, cibay, dll. Orang Bandung memang seperti tidak pernah kehabisan ide ya untuk menciptakan kuliner-kuliner baru. Sesuai dengan namanya, cilor ini sebetulnya mirip dengan cilok yang ditusuk berjajar dan digoreng dalam balutan telor. Aku, jujur saja, masih belum bisa berpaling dari cilor yang ada di depan STT Telkom, yang dijual menggunakan gerobak warna silver alumunium.


Cilor depan STT Telkom
Untuk makanan sebetulnya tidak ada pantangan yang memang sengaja dihindari olehnya, walaupun belakangan baru disadari bahwa dia punya alergi saat mengkonsumsi susu dan sedikit intoleransi terhadap gluten. Makanan favorit lainnya adalah dendeng batokok dari rumah makan Padang Malah Dicubo, plus telor dadar. Dan masih banyak lagi tentunya.

Bercerita soal makanan dengannya selalu membuatku sedikit lebih rileks dibanding harus membicarakan tentang pekerjaan. Karena aku bukan tipe orang yang dengan mudah menjelaskan sesuatu dengan kalimat panjang, kadang pertanyaan yang dia berikan terasa mengintimidasi dan membuatku semakin gagap untuk menjawab. 

“Kamu, kalau dulu hidup di jaman Nabi, sekarang semua orang sesat ngikutin kamu”, celetuknya dengan kesal jika merasa tidak puas dengan jawabanku.

Selain skill komunikasi yang masih terus aku pelajari, kemampuan untuk menjadi cenayang pun harus selalu diasah. Aku harus bisa memilih mana hal yang penting untuk disampaikan, mana hal kurang penting, mana hal yang dianggap bisa untuk kita handle, mana yang menunggu inisiatif dari kita sendiri, tanpa dia jelaskan panjang lebar karena berasumsi bahwa kita sudah sepemikiran. Nah, di sini lah kadang aku suka bermain-main dengan skenario di kepalaku sebelum menyampaikan apapun.

Di balik segala keseriusan yang ada, sebetulnya kami juga sering tertawa pada hal-hal yang sama. Pernah suatu ketika aku berkesempatan untuk join visit ke daerah Jawa Timur. Sesampainya di sana, kami disambut oleh salah satu pembudidaya yang kelihatannya sudah cukup berumur, namun memiliki pola pikir yang sangat modern menurutku. Beliau sangat antusias untuk langsung mengajak kita berjalan menuju kolam sambil bercerita bahwa beliau senang sekali saat mendengar tentang sekelompok anak muda yang bercita-cita mensejahterakan pembudidaya.

“Saya pernah ikut acara pemaparan tentang produk eFishery dulu, yang bikin saya kaget anak-anaknya masih sangat muda begini, dari Bandung, apalagi yang punyanya, saya salut sekali, siapa ya namanya ya saya lupa” beliau terus mencoba mengingat-ingat nama yang dimaksud, dan kami hanya menahan tawa dalam hati.

“Gibran ya kalau tidak salah?” sambungnya.

“Iya betul Pak, Gibran namanya” jawabnya iseng

“Nah iya kan betul, bagus sekali, bangga saya.” sambil terus bersemangat menceritakan kekagumannya. “Kalau Masnya ini dari Bandung juga? Mas siapa tadi?”

“Oh sampai lupa, Gibran Pak” sambil menjulurkan tangan mengajak berkenalan

“Bukan, Masnya ini namanya siapa?”

“Saya Gibran, Pak”

Hening sejenak

Hoalah, dari tadi saya cerita-cerita begitu, ternyata sampeyan toh” katanya dengan logat Jawa yang kental. Aku yang dari tadi hanya diam karena tahu dia memang akan se-iseng itu, jadi ikut tertawa geli setelahnya.

Komentar