Kalau ditanya apa jajanan kesukaan Mas Gibran, pasti semua orang di sini setuju kalau jawabannya adalah cilor. Cilor adalah salah satu produk turunan dari aci, masih serumpun dengan cilok, cimol, cireng, cilung, cimin, cibay, dll. Orang Bandung memang seperti tidak pernah kehabisan ide ya untuk menciptakan kuliner-kuliner baru. Sesuai dengan namanya, cilor ini sebetulnya mirip dengan cilok yang ditusuk berjajar dan digoreng dalam balutan telor. Aku, jujur saja, masih belum bisa berpaling dari cilor yang ada di depan STT Telkom, yang dijual menggunakan gerobak warna silver alumunium.
![]() |
Cilor depan STT Telkom |
Bercerita soal makanan dengannya selalu membuatku sedikit lebih rileks dibanding harus membicarakan tentang pekerjaan. Karena aku bukan tipe orang yang dengan mudah menjelaskan sesuatu dengan kalimat panjang, kadang pertanyaan yang dia berikan terasa mengintimidasi dan membuatku semakin gagap untuk menjawab.
“Kamu, kalau dulu
hidup di jaman Nabi, sekarang semua orang sesat ngikutin kamu”, celetuknya dengan kesal jika
merasa tidak puas dengan jawabanku.
Selain
skill komunikasi yang masih terus aku pelajari, kemampuan untuk menjadi
cenayang pun harus selalu diasah. Aku harus bisa memilih mana hal yang penting
untuk disampaikan, mana hal kurang penting, mana hal yang dianggap bisa untuk
kita handle, mana yang menunggu inisiatif dari kita sendiri, tanpa dia jelaskan
panjang lebar karena berasumsi bahwa kita sudah sepemikiran. Nah, di sini lah kadang aku suka bermain-main dengan skenario di kepalaku sebelum menyampaikan apapun.
Di
balik segala keseriusan yang ada, sebetulnya kami juga sering tertawa pada hal-hal
yang sama. Pernah suatu ketika aku berkesempatan untuk join visit ke daerah
Jawa Timur. Sesampainya di sana, kami disambut oleh salah satu pembudidaya yang
kelihatannya sudah cukup berumur, namun memiliki pola pikir yang sangat modern
menurutku. Beliau sangat antusias untuk langsung mengajak kita berjalan menuju
kolam sambil bercerita bahwa beliau senang sekali saat mendengar tentang sekelompok
anak muda yang bercita-cita mensejahterakan pembudidaya.
“Saya
pernah ikut acara pemaparan tentang produk eFishery dulu, yang bikin saya kaget
anak-anaknya masih sangat muda begini, dari Bandung, apalagi yang punyanya, saya
salut sekali, siapa ya namanya ya saya lupa” beliau terus mencoba
mengingat-ingat nama yang dimaksud, dan kami hanya menahan tawa dalam hati.
“Gibran
ya kalau tidak salah?” sambungnya.
“Iya
betul Pak, Gibran namanya” jawabnya iseng
“Nah
iya kan betul, bagus sekali, bangga saya.” sambil terus bersemangat
menceritakan kekagumannya. “Kalau Masnya ini dari Bandung juga? Mas siapa tadi?”
“Oh
sampai lupa, Gibran Pak” sambil menjulurkan tangan mengajak berkenalan
“Bukan, Masnya ini namanya siapa?”
“Saya
Gibran, Pak”
Hening
sejenak
“Hoalah,
dari tadi saya cerita-cerita begitu, ternyata sampeyan toh” katanya dengan
logat Jawa yang kental. Aku yang dari tadi hanya diam karena tahu dia memang akan
se-iseng itu, jadi ikut tertawa geli setelahnya.
Komentar
Posting Komentar