Aku tidak berpikir dua kali untuk bergabung saat Shabrina, salah satu teman di kantorku, memberikan tantangan untuk 15 Hari Menulis. Aku memang punya keinginan untuk menulis sejak lama, bahkan blog ini sudah aku buat dari 2010, tapi belum satu tulisan pun aku torehkan di sini. Sejujurnya, aku sama sekali tidak tahu tentang skill menulis. Aku hanya menulis apa yang ingin aku tulis. Dan saat aku tidak ingin melakukannya, aku tidak akan melakukannya. Dulu, aku suka sekali membaca. Saat lampu kamar sudah dimatikan karena waktunya tidur, aku seringkali secara diam-diam menyalakan senter didekatku untuk sekedar menghabiskan buku yang sedang aku baca. Ya, aku memang tidak ingin tidur dengan membawa rasa penasaran terhadap ending ceritanya. Alhasil aku harus menggunakan kacamata untuk membantu penglihatanku sejak kelas 3 SD. Minusku pun harus bertambah saat aku memiliki hobi baru untuk membaca buku digital di handphone . Aplikasi favoritku untuk membaca adalah iPusnas. Jika aku tidak bisa ...
Ayahku seorang dokter, tapi dia tidak mau memeriksa kami, anak-anaknya, jika kami jatuh sakit. Dia selalu menyarankan kami untuk pergi ke dokter lain atau mengantarkan ke klinik terdekat jika sudah mulai tidak enak badan. Alasannya simple , saat harus memeriksa keluarganya, dia harus melibatkan perasaan juga di sana, tidak bisa hanya mengandalkan logika saja. Suatu alasan yang baru aku mengerti sekarang, tentang orang dewasa yang memang serumit itu pemikirannya. Ayahku bukan tipe ayah yang galak. Sepanjang ingatanku, belum pernah ayah berlaku dan bertutur kasar kepadaku. Pernah suatu ketika, saat aku mulai rewel dan membuatnya kesal, tanpa sengaja Ibu ikut gemas dan memukul pundakku. Saat itu juga Ayah menegur Ibuku lembut, dengan tidak membenarkan sikapnya, tetapi juga tidak membela kesalahanku. Ayahku tidak pernah memaksaku untuk menjadi dokter. Tapi harapann agar anak-anaknya maju di bidang akademis selalu ditunjukkannya. Salah satu contohnya, saat Ayah mengantar-jemputku ke sek...